Masa remaja atau disebut juga masa pubertas adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, ditandai dengan perubahan fisik, psikis dan sosial pada seseorang.
Perubahan fisik secara umum yang terjadi pada remaja adalah tinggi badan bertambah, munculnya jerawat, muka berminyak, keringat berlebih sehingga memunculkan bau badan, dan tumbuhnya rambut di area tertutup pada remaja.
Sedangkan perubahan psikis pada remaja yaitu emosi yang tidak stabil dan perasaan lebih sensitif sehingga sering kali komunikasi antara orang tua dan remaja berjarak dikarenakan kondisi psikis yang naik turun pada remaja.
Menurut UNICEF, remaja adalah seseorang yang berusia mulai dari 10 hingga 19 tahun. Sedangkan menurut BKKBN, remaja adalah penduduk berusia 10-24 tahun dan belum menikah.
Ketika anak memasuki usia remaja, orang tua perlu menyesuaikan gaya komunikasi sesuai dengan zaman demi menjaga kesehatan mental anak.
Gaya komunikasi orang tua memiliki peranan penting dalam pendampingan atas perubahan remaja. Dengan cara komunikasi yang tepat, remaja mampu mengekspresikan perasaannya dan merasa aman ketika orang tua melakukan pendampingan secara tepat.
Gaya komunikasi yang seperti apa yang efektif yang dilakukan oleh orangtua?
Berikut lima gaya komunikasi efektif yang mengikuti prinsip komunikasi terapeutik pada anak dan orang tua.
1. Dengarkan dengan Empati
Gaya komunikasi orang tua terhadap anak antara satu keluarga dengan lainnya pasti berbeda, tetapi ada satu hal yang semestinya sama yaitu kemampuan orang tua untuk menyimak. Mendengarkan dan memperhatikan baik-baik apa yang disampaikan oleh anak adalah fondasi penting dalam membangun komunikasi antara orang tua dan anak.
Dengan kematangan berpikir dan pengalaman hidupnya, orang tua dapat dengan mudah menebak ujung pembicaraan anak. Namun dengan tetap menyimak, orang tua sejatinya sedang menunjukkan dan mengajarkan kepada anak bagaimana menjadi pendengar yang baik. Empati tumbuh melalui kebiasaan seperti ini, sementara anak pun merasa berharga dan didengarkan. Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak tak hanya tentang menemukan solusi yang sedang diperbincangkan, tetapi juga bagaimana seluruh proses komunikasi itu berlangsung.
2. Menghargai Perbedaan Pandangan
Sudah sewajarnya bila anak remaja mulai memiliki pandangan, pemikiran, maupun pendapatnya sendiri. Lebih wajar lagi apabila semua itu tak selalu sama dengan orang tuanya. Jangan sampai muncul perkataan orang tua yang menyakiti anaknya seperti menyalahkan, meremehkan, membandingkan, bahkan mengancam.
Komunikasi anak dan orang tua semestinya menjadi kesempatan bagi kedua belah pihak untuk saling mendengarkan dan mempelajari sudut pandang pihak lain.
3. Jangan Menilai Terlalu Cepat
Asumsi adalah dugaan yang dianggap benar dan kemudian digunakan sebagai landasan berpikir. Mudah sekali berasumsi saat anak remaja pulang sekolah terlambat, kehabisan uang saku sebelum waktunya, ketahuan bolos sekolah, dan lain sebagainya. Namun salah satu tips parenting anak remaja yang cukup penting adalah jangan berasumsi, bahkan menilai dan menyimpulkan terlalu cepat. Orang tua semestinya bisa bersabar, mencoba mengetahui konteks keseluruhan masalah secara lengkap dan utuh terlebih dahulu. Ajukan pertanyaan terbuka sehingga anak memiliki kesempatan untuk menjelaskan perasaan dan pikirannya.
4. Gunakan Bahasa Tubuh yang Tepat
Dalam setiap komunikasi, termasuk pula komunikasi antara orang tua dan anak, ada pesan verbal dan nonverbal yang disampaikan. Pesan verbal orang tua mungkin sekelebat lewat mampir sebentar di telingat anak remaja. Namun pesan nonverbal yang mengiringinya boleh jadi tertanam dan membekas pada jiwa anak. Bahasa tubuh atau gestur, nada suara, hingga ekspresi wajah orang tua mengomunikasikan emosi dan pesan yang pasti tertangkap oleh anak sekalipun tampaknya ia menunjukkan sikap acuh tak acuh.
5. Hindari Serangan Pribadi
Gaya komunikasi Gen Z cenderung berbeda dengan gaya komunikasi generasi-generasi pendahulunya. Kebanyakan Gen Z lebih suka berkomunikasi tanpa bertatap muka secara langsung. Mereka juga tidak terlalu suka dengan percakapan yang panjang, formal dan kaku. Dikenal multitasking, bukan hal yang aneh bila remaja Gen Z mendengarkan orang tua sambil terus sibuk dengan ponselnya.
Komunikasi bisa menjadi lebih efektif bila orang tua tidak terlalu fokus pada karakteristik umum Gen Z seperti di atas. Mereka akan lebih menghargai gaya komunikasi orang tua yang fokus pada perilaku atau situasi yang ingin didiskusikan. Oleh sebab itu, lebih baik orang tua menghindari kritikan yang bersifat menyerang pribadi anak.
Cara komunikasi anak remaja zaman sekarang boleh dikata unik. Mereka membutuhkan kepercayaan dan kenyamanan sebelum membuka diri dan membicarakan masalah mereka, kepada orang tua sendiri sekalipun. Komunikasi orang tua dan anak yang efektif membantu menciptakan suasana yang nyaman sehingga anak dapat bersikap lebih santai dan terbuka kepada orang tua.
Author
Sinta Guslia