Amirul Mukminin Umar bin Khattab dikenal sebagai sahabat yang memiliki watak yang keras, tegas, dan lugas. Ia juga memiliki pendirian yang sangat teguh dan tidak segan-segan ‘menghunus pedang’ manakala ada orang yang menyakiti Nabi Muhammad dan menghalang-halangi dakwah Islam. Makanya, ia menjadi sahabat yang paling ditakuti oleh musuh-musuh Islam.
Di balik perangainya yang begitu ‘keras’, Umar bin Khattab ternyata memiliki hati yang lembut dan mudah tersentuh. Bahkan, ada sebuah peristiwa berhasil membuat Umar bin Khattab menangis dengan suara yang sangat kencang.
Salah satunya adalah cerita ketika Umar membaca sebuah surat dari Abu Ubaidah bin Jarrah, seorang sahabat yang terpercaya dan dicintai Rasulullah saw, beliau pun merupakan Assabiqul Awwalun (orang-orang yang paling awal masuk Islam).
Diceritakan, pada masa khalifah Umar bin Khattab, negeri Syam dilanda wabah Tha’un Amwas (wabah penyakit menular) yang telah merenggut ribuan masyarakat disana.
Untuk menangani wabah ini, Umar pun langsung melakukan langkah-langkah preventif. Ia pun mengirimkan sebuah surat untuk Abu Ubaidah bin Jarrah yang merupakan sahabatnya sekaligus Gubernur Syam.
Berikut isi suratnya :
“Aku memiliki keperluan yang tak boleh engkau wakilkan kepada siapapun kecuali engkau sendiri yang mendampingiku di sini,” tulis Umar dalam suratnya. “Jika surat ini sampai di tanganmu pada malam hari, segeralah berangkat tanpa menunggu pagi. Dan jika surat ini sampai di tanganmu pada siang hari, segeralah berangkat tanpa menunggu malam tiba.”
Tujuan Umar dalam isi tersebut ialah ingin gubernur kepercayaannya jangan sampai tertular oleh wabah yang sangat ganas itu.
Menerima surat perintah ini Abu Ubaidah bin Jarrah memberikan balasan: ”Wahai Amirul Mukminin, aku telah memahami keperluan Anda. Tetapi aku sedang berada di tengah-tengah kaum Muslimin yang sedang ditimpa malapetaka di Syam ini, dan tidak patut aku menyelamatkan diri sendiri.
“Aku tidak mau meninggalkan mereka sampai Allah menetapkan takdir-Nya atas diriku dan mereka. Bila surat ini telah sampai di tangan Anda, bebaskanlah aku dari perintah Anda dan izinkanlah aku tetap tinggal di sini.”
Setelah membaca surat tersebut, Umar ibn Khattab menangis tersedu-sedu sampai orang-orang yang ada di sekelilingnya bertanya gugup, “Apakah Abu Abu Ubaidah bin Jarrah wafat, Amirul Mukminin?”
“Tidak,” jawab Umar, “tetapi kematian itu dekat kepadanya.”
Dugaan Umar tidak meleset. Tak lama kemudian Abu Ubaidah bin Jarrah, tertular penyakit sampar-sampai merenggut nyawanya.
Author
Sinta Guslia