Home / Rubrik / Berita

Adiksi Curhat di Media Sosial Benarkah Pencarian "Validasi yang Tak di Dapat di Dunia Nyata?"

gambar-headline
Bandung Post Views: 25

Curhat di media sosial kini sudah jadi suatu hal yang biasa. Ungkapan cerita bahagia, sedih, hingga kekecewaan pun berseliweran di media sosial dan bisa dilihat banyak orang.

Memang mencari teman curhat yang cocok itu bukan perkara mudah. Sehingga hal ini membuat sejumlah orang merasa media sosial bisa menjadi wadah yang tepat untuk menuangkan segala perasaan.

 

Belakangan ini, ramai diperbincangkan soal beberapa selebgram yang curhat di media sosial karena menjadi korban perselingkuhan. Cerita mendetail tentang perselingkuhan itu pun diketahui banyak orang.

Ternyata selain selebgram, banyak juga masyarakat biasa yang menjadikan media sosial sebagai wadah curhat. Sehingga, oversharing di medsos kini dianggap wajar.

 

Psikolog klinis Mira Damayanti Amir mengatakan, orang yang curhat di media sosial sebenarnya adalah mereka yang kondisi emosionalnya belum pulih. Mereka mencari dukungan yang tidak didapatkan di dunia nyata.

Orang yang suka curhat di media sosial besar kemungkinan merupakan tipikal orang yang sulit mengungkapkan perasaannya secara langsung.

 

Media sosial bisa membuat mereka merasa bebas menuangkan perasaannya dalam bentuk tulisan. Hal itu biasanya membuat mereka merasa lebih baik dan bebas.

Mereka yang kerap curhat di media sosial juga bisa jadi 'kecanduan' atas validasi perasaan yang didapat dari teman-teman jagat maya.

Siklus mencari validasi di media sosial dapat menjadi adiktif, memberikan kenyamanan sementara tetapi tidak mengatasi akar masalah. Ketergantungan pada umpan balik eksternal ini mempertahankan masalah dan menghambat pertumbuhan pribadi serta pemecahan masalah.

 

Dilansir dari berbagai sumber, berikut tanda seseorang sedang mencari validasi di media sosial dan bagaimana kebiasaan tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan mental mereka.

1) Posting Berlebihan

Mereka yang cenderung memposting secara berulang-ulang mungkin sedang mencari perhatian dan pengakuan. Ini seringkali ditunjukkan dengan frekuensi posting yang sangat tinggi agar mendapatkan lebih banyak perhatian dan komentar.

 

2) Terobsesi dengan Angka atau Metrics

Orang yang terobsesi dengan jumlah like, follower, atau views cenderung menunjukkan bahwa mereka merasa nilai diri mereka bergantung pada angka-angka tersebut. Hal ini dapat menjadi tanda mereka mencari validasi melalui metrik sosial.

 

3) Komentar dan Caption yang Mencari Validasi

Caption atau komentar yang terlihat seperti meminta pujian atau pengakuan bisa menjadi indikasi jelas. Misalnya, menggunakan kalimat seperti "Aku sudah berusaha sebaik mungkin" atau "Ada yang bisa memberi saran?" adalah cara untuk memancing komentar positif.

 

4) Terlalu Menekankan pada Kehidupan yang "Sempurna"

Mereka yang selalu membagikan sisi terbaik dari kehidupan mereka, namun jarang menunjukkan sisi kenyataan, cenderung ingin menunjukkan kehidupan yang tampak sempurna. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pujian dan validasi dari orang lain.

 

5) Mengabaikan Koneksi Dunia Nyata

Seseorang yang menghabiskan waktu lebih banyak di media sosial daripada dengan teman atau keluarga di kehidupan nyata, bisa jadi mencari pelarian atau pengakuan di dunia maya karena kurangnya interaksi sosial yang memuaskan di dunia nyata.

 

6) Reaksi Berlebihan terhadap Kritik

Ketika seseorang terlalu emosional atau reaktif terhadap kritik di media sosial, ini bisa menandakan ketidakmampuan untuk menerima pandangan berbeda, serta ketergantungan pada validasi dari orang lain untuk meningkatkan rasa percaya diri.

 

7) Perbandingan Konstan dengan Orang Lain

Orang yang sering membandingkan dirinya dengan orang lain di media sosial biasanya tidak merasa cukup puas dengan dirinya sendiri. Mereka mungkin mencari validasi dengan mengevaluasi status sosial atau pencapaian orang lain.

 

8) Pembentukan Rutinitas Tidak Sehat

Jika seseorang mulai menghabiskan waktu berlebihan di media sosial, mengabaikan pekerjaan atau kehidupan sosial mereka, itu bisa menjadi tanda bahwa mereka terlalu bergantung pada validasi online, bahkan jika itu merugikan kesejahteraan mental mereka.

 

Berikut tips agar kita tidak mudah curhat di Media sosial untuk mendapatkan validasi dari orang lain :

1. Mengenal dan mencintai diri sendiri seutuhnya

Kita perlu belajar mengenal diri sendiri secara utuh agar bisa mencintai diri sendiri dan menerima diri kita apa adanya. Kedepannya, kita gak memerlukan lagi validasi dari orang lain. 

 

2. Tahu apa yang kita inginkan dalam hidup 

Ketahui dengan pasti apa tujuan dan niat kita dalam melakukan sesuatu. Pastikan itu bukan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. 

 

3. Menggali dan memaksimalkan potensi diri

Galilah dan temukan potensi diri kita yang sesungguhnya. Dengan cara ini, kita gak perlu validasi dari siapa pun soal keberhasilan atau pencapaian yang berhasil diraih. Memaksimalkan potensi diri juga membuat kita jadi lebih fokus pada karya atau keberhasilan yang ingin diwujudkan. 

 

4. Jangan sampai ketergantungan pada media sosial

Media sosial menjadi salah satu penyebab utama kenapa kita begitu haus akan validasi dari orang lain. Seolah-olah, semua orang di media sosial berbondong-bondong melakukan sesuatu hanya untuk mendapatkan pengakuan.

Itulah kenapa kita perlu mengurangi ketergantungan pada media sosial ini. Gunakan platform itu dengan bijak dan hati-hati. Jika dirasa merugikan, segera batasi penggunaannya dan lakukan hal lain yang lebih bermakna. 

 

5. Belajar untuk hidup lebih realistis

Belajar untuk realistis akan menyadarkan kita bahwa apa yang diperbuat gak harus selalu mendatangkan pujian dari orang lain. Validasi yang kita harapkan tidak akan selalu hadir dan diterima bahkan jika kita sudah berusaha keras sekalipun. Hidup memang kadang begitu, dan kita hanya perlu menjalaninya dengan lapang dada.

 

6. Berkumpul dengan orang yang tulus 

Tetaplah dekat dan berkumpul dengan orang-orang yang mencintaimu dengan tulus. Buatlah dirimu berada dalam lingkaran orang yang bisa menerimamu apa adanya, bukan karena apa yang bisa kamu berikan kepada mereka. 

Berada di lingkungan yang suportif dan tulus akan memperkuat kepercayaan dirimu sendiri. Jadi, kamu bisa tampil apa adanya tanpa perlu menanggung beban untuk memenuhi harapan dan ekspektasi mereka. 

 

 


Author

img-author

Sinta Guslia

2 minggu yang lalu